Thursday 6 November 2014

Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Izin untuk kapal Perikanana di atas 30 GT Yang Benar

Jumlah kapal perikanan di Indonesia sangat banyak khususnya di kota manado Propinsi Sulawesi Utara, mulai kapal kecil dengan dayung sampai kapal bermesin besar. Namun apapun ukurannya tujuan di buat kapal perikanan yaitu untuk mendukung penangkapan ikan atau sejenisnya di perairan. Disebut dengan kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.

Indonesia sebagai Negara hukum, yang mana terdapat hukum atau peraturan yang mengatur tetang kemaslahatan umum. Ini tidak terkecuali tentang perikanan khususnya kapal perikanan yang mana setiap kapal perikanan yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan republik Indonesia harus memiliki ijin. Namun tidak semua kapal perikanan harus memiliki ijin, ini dikecualikan untuk kapal ikan kecil dengan ukuran 5 GT ke bawah. Untuk kapal kecil tersebut hanya perlu adanya tanda pendaftaran dari pemerintah kabupaten atau kota tempat kapal tersebut berpangkalan. Untuk kapal di atas 5 GT keatas harus mempunyai ijin dari pemerintah kabupaten atau kota yang berwenang dalam bidang tersebut. Untuk di atas 10 GT samapi 30 GT oleh pemerintah Propinsi. Untuk Diatas 30 GT oleh Kementerian Kelautan dan perikanan.

Perijinan yang diatur dalam aturan yaitu wajib memiliki surat ijin usaha penangkapan serta surat ijin penangkapan ikan atau surat ijin kapal pengangkutan ikan. Untuk perijinan diatas 30 GT terdapat prosedur yang harus di penuhi. Berdasarkan pengamatan yang penulis perhatikan, terutama di kota manado terdapat sejumlah pemilik atau perusahaan yang kurang paham tentang tata cara atau prosedur pengurusan ijin utnuk kapal perikanan. Namun prosedur yang harus penuhi ternyata tidak semua dipenuhi khususnya, sehingga permohonan ijin tersebut memakan waktu lama dikarenakan permohonan dikembalikan untuk dilengkapi. Sehingga pemilik atau perusahaan tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatakan ijin untuk kapal perikanan milik mereka.

Untuk itu pada kesempatan kali ini sengaja penulis ingin membagikan informasi dan pengetahuan kepada kita semua semoga ini akan bermanfaat, setidaknya menjadi pengetahuan, tentang prosedur atau tata cara perijinan kapal di atas 30 GT.

 Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disingkat SIUP, adalah izin tertulis yang harus dimiliki untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut.

Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Izin
1.      SIUP
Setiap orang untuk memiliki SIUP harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan persyaratan:
a.  rencana usaha meliputi rencana investasi, rencana kapal, dan rencana
operasional;
b.  fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik kapal atau
perusahaan, dengan menunjukkan aslinya;
c.  fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik kapal atau penanggung
jawab perusahaan, dengan menunjukkan aslinya;
d.  surat keterangan domisili usaha;
e.  fotokopi akta pendirian perusahaan dengan menunjukkan aslinya;
f.  fotokopi pengesahan badan hukum bagi perusahaan perikanan yang
menggunakan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan
dengan jumlah kumulatif 200 (dua ratus) GT keatas;
g.  surat pernyataan bermeterai cukup dari pemilik kapal atau
penanggung jawab perusahaan yang menyatakan:
1) kesanggupan membangun atau memiliki UPI atau bermitra dengan
UPI yang telah memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) bagi
usaha perikanan tangkap terpadu;
2)    kesediaan mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
3)    kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

Tata cara yang di maksud dalam medapatkan perijinan usaha Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
(1)   Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap kelayakan rencana
usaha dan kelengkapan persyaratan lainnya paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya
berupa persetujuan atau penolakan.
(2)   Direktur Jenderal dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibantu oleh Tim Penilai Kelayakan Rencana Usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
(3) Direktur Jenderal menerbitkan SPP-PPP dengan dilampiri blangko SSBP
paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan SIUP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disetujui.
(4)   Pemohon harus membayar PPP dan menyampaikan tanda bukti
pembayaran (SSBP) kepada Direktur Jenderal paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak SPP-PPP diterbitkan.
(5) Paling lama 1 (satu) hari kerja sejak tanda bukti pembayaran (SSBP)
diterima, dilakukan pengambilan pas foto dan specimen tanda tangan
pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan dalam rangka
penerbitan SIUP.
(6) Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak SPP-PPP
diterbitkan pemohon tidak membayar PPP, permohonan SIUP dinyatakan
batal demi hukum.
(7) Direktur Jenderal menerbitkan SIUP paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
pengambilan pas foto dan specimen tanda tangan.
(8) Apabila permohonan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak,
Direktur Jenderal menyampaikan penolakan kepada pemohon paling
lama 3 (tiga) hari kerja disertai alasan dan berkas permohonan SIUP
menjadi milik Direktorat Jenderal.
(9)   Bentuk dan format SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, yang terdiri dari:
a. Lampiran I : SIUP untuk Perseorangan.
b. Lampiran II : SIUP untuk Perusahaan.

2.      SIPI
Surat Izin Penangkapan Ikan yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah
izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan
penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP. Persyaratan yang harus di penuhi sebagai berikut:
(1) Setiap orang untuk memiliki SIPI sebagaimana harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan persyaratan:
a.  fotokopi SIUP;
b.  fotokopi grosse akta dengan menunjukkan aslinya, apabila grosse
akta dalam jaminan bank, harus melampirkan fotokopi akta hipotik
dengan menunjukkan aslinya;
c.  spesifikasi teknis alat penangkapan ikan yang digunakan;
d.  fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement);
e.  data kapal dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
f.  rencana target spesies penangkapan ikan;
g.  Surat Keterangan Pemasangan Transmitter vessel monitoring system
yang dikeluarkan oleh Pengawas Perikanan;
h.  Surat pernyataan bermeterai cukup dari pemilik kapal atau
penanggung jawab perusahaan yang menyatakan:
1)  kesanggupan menerima, membantu kelancaran tugas, dan
menjaga keselamatan petugas pemantau (observer) untuk kapal
penangkap ikan berukuran 30 (tiga puluh) GT keatas;
2)  kesanggupan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan
lingkungannya;
3)  kesanggupan mengisi log book sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4)  kesanggupan menggunakan nakhoda dan ABK
berkewarganegaraan Indonesia sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5)  kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang
melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, tidak dilaporkan,
dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing); dan
6) kebenaran data dan informasi yang disampaikan.
(2)   Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kapal
penangkap ikan dalam satuan armada ditambah persyaratan berupa
daftar kapal penangkap ikan, jenis alat penangkapan ikan, kapal
pengangkut ikan, dan kapal pendukung operasi penangkapan berupa
kapal lampu.
(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
untuk kapal penangkap ikan dalam usaha perikanan tangkap terpadu
ditambah persyaratan berupa surat keterangan dari Direktur Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang menyatakan:
a.  realisasi pembangunan UPI paling sedikit 75% (tujuh puluh lima
persen), untuk pengadaan kapal penangkap ikan bekas;
b.  realisasi pembangunan UPI paling sedikit 50% (lima puluh persen),
untuk pengadaan kapal penangkap ikan baru; atau
c.  realisasi pembangunan UPI paling sedikit 65% (enam puluh lima
persen), untuk pengadaan kapal penangkap ikan dalam keadaan baru
dan bekas.

Berdasarkan permohonan dimaksud
(1)   Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap kelengkapan
persyaratan dengan memperhatikan SIUP paling lama 2 (dua) hari kerja
sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya berupa
persetujuan atau penolakan.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui,
paling lama 2 (dua) hari kerja dilakukan pemeriksaan fisik kapal
penangkap ikan dan alat penangkapan ikan oleh petugas pemeriksa fisik
kapal perikanan.
(3)   Pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus mengacu pada grosse akta asli atau akta hipotik dan
pemeriksaan fisik alat penangkapan ikan mengacu pada spesifikasi
teknis alat penangkapan ikan.
(4)   Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan dan alat
penangkapan ikan telah sesuai, petugas pemeriksa fisik kapal perikanan
paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi kepada Direktur
Jenderal bahwa hasil pemeriksaan fisik kapal dan alat penangkapan ikan
sudah sesuai.
(5)   Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kapal dan/atau alat penangkapan
ikan tidak sesuai, petugas pemeriksa fisik kapal perikanan paling lama 3
(tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal
bahwa hasil pemeriksaaan fisik kapal dan/atau alat penangkapan ikan
tidak sesuai.
(6) Direktur Jenderal menerbitkan SPP-PHP dengan dilampiri blangko SSBP
paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7)   Pemohon harus membayar PHP dan menyampaikan tanda bukti
pembayaran (SSBP) kepada Direktur Jenderal paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak SPP-PHP diterbitkan.
(8)   Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak SPP-PHP
diterbitkan pemohon tidak membayar PHP, permohonan SIPI dinyatakan
batal demi hukum.
(9) Direktur Jenderal menerbitkan SIPI paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak
tanda bukti pembayaran (SSBP) diterima.
(10)Apabila permohonan SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak
dan hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
sesuai, Direktur Jenderal menyampaikan penolakan kepada pemohon
paling lama 3 (tiga) hari kerja disertai alasan dan berkas permohonan
SIPI menjadi milik Direktorat Jenderal.
(11)Bentuk dan format SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (9),
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, yang terdiri dari:
a. Lampiran IV : SIPI untuk Operasi Tunggal.
b. Lampiran V : SIPI untuk Operasi Group-Satuan Armada Penangkapan
Ikan.

3.      SIKPI
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, yang selanjutnya disingkat SIKPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP. Persyaratan yang harus di penuhi sebagai berikut:
(1)   Setiap orang untuk memiliki SIKPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (2) harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal,
dengan melampirkan persyaratan:
a.  fotokopi SIUP;
b.  fotokopi grosse akta dengan menunjukkan aslinya, apabila grosse
akta sedang dalam jaminan bank, harus melampirkan fotokopi akta
hipotik dengan menunjukkan aslinya;
c. fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement);
d.  data kapal dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
e.  Surat Keterangan Pemasangan Transmitter vessel monitoring system
yang dikeluarkan oleh Pengawas Perikanan;
f.  surat pernyataan bermeterai cukup dari pemilik kapal atau
penanggung jawab perusahaan yang menyatakan:
1)  kesanggupan menerima, membantu kelancaran tugas, dan
menjaga keselamatan petugas pemantau di atas kapal pengangkut
ikan (observer);
2)  kesanggupan menggunakan 1 (satu) orang tenaga kualiti kontrol
yang memiliki sertifikat keterampilan penanganan ikan (SKPI);
3)  kesanggupan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan
lingkungannya;
4)  kesanggupan menggunakan nakhoda dan ABK
berkewarganegaraan Indonesia sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5)  kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang
melakukan pengangkutan ikan secara tidak sah, tidak dilaporkan,
dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing); dan
6)  kebenaran data dan informasi yang disampaikan.
(2)   Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan
persyaratan khusus, yaitu:
a.  untuk kapal pengangkut ikan dari sentra kegiatan nelayan, berupa
daftar nama sentra kegiatan nelayan yang menjadi tempat muat ikan
hasil tangkapan yang disahkan oleh dinas kabupaten/kota;
b.  untuk kapal pengangkut ikan dengan pola kemitraan, berupa daftar
kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan 10 (sepuluh) GT
yang menjadi mitra yang disahkan oleh dinas kabupaten/kota;
c. untuk kapal pengangkut ikan tujuan ekspor, berupa:
1) rencana pelabuhan pangkalan dan pelabuhan tujuan;
2) fotokopi surat tanda kebangsaan kapal untuk kapal asing;
3) fotokopi surat ukur internasional untuk kapal asing; dan
4)  fotokopi paspor dan buku pelaut (seamen book) dan foto nakhoda
ukuran 4 x 6 cm berwarna sebanyak 2 (dua) lembar dan daftar
anak buah kapal (ABK).
(3)   Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
untuk kapal pengangkut ikan dalam usaha perikanan tangkap terpadu
ditambah persyaratan berupa surat keterangan dari Direktur Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang menyatakan:
a. realisasi pembangunan UPI paling sedikit 75% (tujuh puluh lima
persen), untuk pengadaan kapal pengangkut ikan bekas;
b. realisasi pembangunan UPI paling sedikit 50% (lima puluh persen),
untuk pengadaan kapal pengangkut ikan baru; atau
c. realisasi pembangunan UPI paling sedikit 65% (enam puluh lima
persen), untuk pengadaan kapal pengangkut ikan dalam keadaan
baru dan bekas.

Berdasarkan permohonan dimaksud
(1)   Berdasarkan permohonan tersebut,Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dengan memperhatikan SIUP paling lama 2 (dua) hari kerja
sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya berupa
persetujuan atau penolakan.
(2)   Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui,
paling lama 2 (dua) hari kerja dilakukan pemeriksaan fisik kapal
pengangkut ikan oleh petugas pemeriksa fisik kapal perikanan.
(3)   Pemeriksaan fisik kapal pengangkut ikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus mengacu pada grosse akta asli atau akta hipotik.
(4)   Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kapal pengangkut ikan telah sesuai
dengan grosse akta asli atau akta hipotik, petugas pemeriksa fisik kapal
perikanan paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi
kepada Direktur Jenderal bahwa hasil pemeriksaan fisik kapal sudah
sesuai.
(5)   Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kapal pengangkut ikan tidak sesuai,
petugas pemeriksa fisik kapal perikanan paling lama 3 (tiga) hari kerja
menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal bahwa hasil
pemeriksaan fisik kapal tidak sesuai.
(6)   Direktur Jenderal menerbitkan SPP-PPP dengan dilampiri blangko SSBP
paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7)   Pemohon harus membayar PPP dan menyampaikan tanda bukti
pembayaran (SSBP) kepada Direktur Jenderal paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak SPP-PPP diterbitkan.
(8)   Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak SPP-PPP
diterbitkan pemohon tidak membayar PPP, permohonan SIKPI
dinyatakan batal demi hukum.
(9)   Direktur Jenderal menerbitkan SIKPI paling lama 3 (tiga) hari kerja
setelah tanda bukti pembayaran (SSBP) diterima.
(10) Apabila permohonan SIKPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak
dan hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
sesuai, Direktur Jenderal menyampaikan penolakan kepada pemohon
paling lama 3 (tiga) hari kerja disertai alasan dan berkas permohonan
SIKPI menjadi milik Direktorat Jenderal.
(11) Bentuk dan format SIKPI sebagaimana dimaksud pada ayat (9),
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, yang terdiri dari:
a.  Lampiran VIII : SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dengan
pola kemitraan.
b.  Lampiran IX : SIKPI untuk kapal pengangkut ikan tujuan
ekspor.
c.  Lampiran X : SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dari
pelabuhan pangkalan ke pelabuhan muat.
d.  Lampiran XI : SIKPI untuk kapal pengangkut ikan dari sentra
nelayan.

Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Izin yang di informasikan di atas merupakan prosedur yang harus dilakukan pemilik atau perusahaan untuk mendapat perijinan untuk kapal di atas 30 GT. Sehingga waktu yang di perlukan untuk mendapatkan ijin tidak terlalu lama.

Demikian semoga bermanfaat.


Daftar Sumber Bacaan:
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.30/Men/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan  perikanan Negara Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.26/Men/2013 Tentang  perubahan Per.30/Men/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan  perikanan Negara Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment